Keberagaman budaya dan adat istiadat di Indonesia sangatlah kaya. Oleh karena itu, banyak aspek dalam masyarakat yang berbeda, mulai dari kekayaan makanan, pakaian adat, hingga tradisi pernikahan.
Sebagai prosesi sakral, pernikahan digelar dengan berbagai tahapan yang cukup kompleks. Dalam pernikahan dengan adat Jawa Tengah, misalnya. Sebelum melangsungkan akad nikah, salah satu prosesi yang biasanya dilalui adalah midodareni.
Apa itu pengertian dan susunan acara midodareni? Apa saja fakta mengenai midodareni? Yuk, simak artikel berikut ini sampai tuntas.
Apa Itu Midodareni?
Pertama kita harus membahas dulu apa itu midodareni. Midodareni berasal dari kata Jawa widodari yang bermakna bidadari. Asal mula kata bidadari itu dipercaya muncul dari legenda Jaka Tarub dan Nawang Wulan.
Jaka Tarub yang merupakan seorang pemuda biasa berhasil menikahi salah satu dari tujuh bidadari, yaitu Nawang Wulan.
Setelah menikah, Jaka Tarub dan Nawang Wulan dikaruniai seorang putri dari hasil pernikahan mereka. Namun, Nawang Wulan harus kembali ke kerajaan langit setelah melahirkan anaknya tersebut.
Meski begitu, saat putrinya menikah, Nawang Wulan dan bidadari lain turun ke Bumi di malam sebelum pernikahan.
Para bidadari tersebut memberi wejangan kepada anak Nawang Wulan tentang pernikahan sekaligus pengabdian terhadap suaminya sebelum memulai bahtera rumah tangga.
Oleh karena itu, biasanya calon mempelai wanita tidak diperbolehkan keluar kamar dan hanya ditemani saudara perempuan atau teman-teman terdekatnya. Namun, tradisi tersebut kini sudah bergeser dan tidak seketat dulu.
Susunan Acara MidodareniMeski lebih fleksibel, tetap ada beberapa susunan acara dalam tradisi ritual midodareni secara umum yang biasanya dijalankan. Berikut daftarnya.
1. Jonggolan atau SeserahanProsesi pertama dalam acara midodareni adalah jonggolan. Rombongan calon pengantin pria tiba di kediaman calon pengantin wanita kemudian dilanjutkan dengan jonggolan atau juga dikenal dengan seserahan.
Dalam jonggolan tersebut calon mempelai pria datang ke kediaman calon mempelai wanita untuk menemui orang tuanya dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa mereka dalam keadaan sehat dan siap menikahi anaknya.
Dalam tradisi Jawa, seserahan harus diberikan dalam jumlah ganjil. Seserahan biasanya berisi barang keperluan sehari-hari, yaitu:Peralatan mandiPakaianTasAlat makeup atau kosmetikBuah-buahanJajanan atau makanan tradisional
2. TantinganSetelah memberikan seserahan kepada keluarga calon pengantin wanita, calon pengantin pria akan meminta restu dan meminta jawaban dari keluarga wanita. Tantingan dalam acara midodareni adalah kunci langkah selanjutnya karena ini saatnya dari pihak perempuan menerima atau menolak lamaran calon pengantin pria untuk melanjutkan hubungan mereka ke level selanjutnya.
Pada malam midodareni calon mempelai wanita tidak diperbolehkan menemui calon mempelai pria dan tidak diperbolehkan untuk keluar ruangan selama waktu yang telah ditentukan karena dalam masa pingitan.
Oleh karena itu, keputusan penerimaan dan penolakan akan diwakili oleh orang tua calon mempelai wanita.
3. Kembar MayangSusunan acara midodareni dilanjutkan dengan prosesi penyerahan Kembang Mayang. Kembar Mayang adalah sepasang hiasan dekoratif simbolik dengan tinggi hampir satu badan manusia.
Penyerahan Kembang Mayang akan didampingi sepasang cengkir gading yang dibawa sepasang gadis.
Kedua Kembang Mayang terdiri atas Dewandaru dan Kalpandaru. Dewandaru mempunyai arti wahyu pengayoman. Artinya, agar pengantin pria dapat memberikan pengayoman lahir batin kepada keluarganya.
Sementara Kalpandaru, berasal dari kata kalpa yang artinya langgeng dan daru yang berarti wahyu. Artinya adalah wahyu kelanggengan agar kehidupan rumah tangga dapat abadi selamanya.
Menurut studi Humanistika, Kembar Mayang adalah milik para dewa yang menjadi persyaratan, yaitu sebagai sarana calon pengantin perempuan berumah tangga. Selain itu dipercaya pula bahwa Kembar Mayang hanya dipinjam dari dewa. Jadi, jika acara sudah selesai akan dikembalikan lagi ke Bumi atau dilabuh melalui air.
4. Catur WedhaMalam midodareni dilanjutkan dengan penyerahan Catur Wedha. Sederhananya, Catur Wedha adalah wejangan yang diberikan oleh ayah calon pengantin wanita kepada calon pengantin laki-laki.
Seperti terlihat dari namanya, ada empat pedoman hidup yang dinasihatkan oleh orang tua, yaitu:
HangayomiDalam bahasa Indonesia berarti mengayomi. Calon pengantin pria dinasihati untuk mengayomi dan melindungi istri dan calon anak-anaknya nanti dengan sepenuh hati.
HangayaniHangayani juga merupakan nasihat untuk pengantin pria agar mencukupi segala kebutuhan istri. Sudah merupakan kewajiban suami untuk menyejahterakan istri dan keluarga besarnya kelak dalam sebuah pernikahan.
HangayemiNgayemi berarti membuat nyaman. Suami maupun istri hendaknya memberikan kenyamanan sehingga rasa cinta tidak padam sepanjang pernikahan.
HanganthiNasihat ini diberikan untuk pria agar bisa menjadi pemimpin bagi keluarganya, baik suka maupun duka dalam seluruh perjalanan pernikahan.
5. Wilujengan MajemukanSusunan acara malam midodareni adalah Wilujeng Majemukan. Di dalamnya, kedua keluarga calon pengantin akan bersilaturahmi dan merelakan para calon mempelai memulai kehidupan berumah tangga.
Keluarga calon pengantin wanita kemudian menyerahkan asul-asul dari seserahan yang telah mereka terima. Asul-asul memiliki isi yang sama dengan seserahan, yaitu pakaian dan kebutuhan sehari-hari.
Dalam asul-asul tersebut biasanya disertai pusaka atau keris sebagai simbol bahwa calon mempelai pria akan menjadi pelindung keluarga.
Setelah rangkaian acara malam midodareni di atas sebenarnya masih ada serangkaian upacara. Namun, sering menjadi opsi dan tidak wajib dilakukan. Rangkaian acara tersebut, antara lain Balang Gantal atau saling melempar sirih, Ngindak Endhog atau menginjak telur, Sindur atau pengantin dibentakan dengan kain oleh ibu dan dituntun ayah ke pelaminan, Kacar Kucur atau mengucurkan biji-bijian dan uang koin, serta terakhir Dulangan atau saling menyuapi.
Nah, itu tadi susunan acara midodareni yang perlu kamu tahu. Rencanakan pernikahan sekali seumur hidup yang berkesan dengan Say Yes I Do.
(Imanuel Kristianto)